Wednesday, February 9, 2011

Sosiologi Agama


Menurut E. Durkheim, agama didefinisikan sebagai sebuah sistem kepercayaan mengenai tabiat dari keuatan-kekuatan menentukan nasib umat manusia dan praktek-praktek yang berhubungan dengan kepercayaan tersebut yang dianut bersama oleh sebuah kelompok.
Menurut C. Geerth dalam artikelnya yang berjudul The Religion as Cultural System agama adalah suatu sistem yang berfungsi untuk memunculkan suasana hati dan motivasi yang kuat dan berlangsung lama dengan cara menfokuskan konsep-konsep dari semua tatanan keberadaan yang umum, membingkai konsep-konsep dengan satu aura faktual yang membuat suasana hati dan motivasi hal tersebut dengan nampaknya realistis secara unik.
Menurut T. Luckman dalam tulisannya yang berjudul The Invisible Religion (1967) agama harus sesuai dengan pegertian dasar dari konsep agama itu sendiri untuk menyebut transendensi dunia biologis oleh organisme manusia sebagai sebuah fenomena agama.
Menurut Yinger dalam tulisannya yang berjudul The Scientific Study of Religion (1960), agama merupakan sebuah praktek-praktek/ritus-ritus yang mana sekelompok orang berjuang menghadapi permasalahan-permasalahan tertinggi dari umat manusia.

Kritik Terhadap Oposisi Inklusif
Berdasarkan definisi inklusif ini semua umat manusia bersifat agamis meskipun ateis dan beranggapan menolak agama untuk didefinisikan ke dalam istilah yang paling tinggi atau kekuatan-kekuatan yang membantah nasib umat manusia itu sendiri atau transendensi umat beragama.
Jelas Luckman, pertama, seorang antropolog yang menyatakan semua umat beragama yaitu agamis; kedua, definisi ini memasukan semua definisi sekuler yang dikeluarkan dari rumpun agama; ketiga,menghalangi kita dari menganalisa pertanyaan itu tumbuh stabil dan menurun.
Turner dalam tulisannya yang berjudul Religion in The Social Theory mengatakan bahwa pendekatan ala Durkheim menyeret berbagai macam fenomena sosial ke dalam kategosi agama dari Baseball sampai pada perkawinan raja.
Menurut Aldridge, pesta raya dan lain-lain hanya pengganti agama bukan sebagai agama itu sendiri; agama itu didefinisikan secara fungsionalis; hanya sebagai fungsi individu dan bermasyarakat dianggap perlu; agama memberi manusia sense identity sebagai makna dan harapan; dan agama mengekpresikan nilai-nilai bersama atau yang mengikat masyarakat dan semua hal yang mempersatukan disebut agama.
Definisi fungsionalis terhadap agama sering dihubungkan dengan sebuah pandangan bahwa hakikat sosial yang mengikuti masyarakat bersama bukanlah paksaan dan bukan pula keharusan setiap hari dalam mencari nafkah tetapi merupakan nilai-nilai yang dimiliki bersama.
Definisi ekslusif. (1) M. Baton dalam Antropological Aproach From Study of Religion (1966) berpendapat bahwa agama adalah institusi yang terdiri dari interaksi yang terpolakan secara budaya dengan mahluk-mahluk Super Human yang diposisikan secara kultural; (2) Robertson: The Sosiological Interpretation of Religion berpendapat bahwa budaya keagamaan adalah satu set kepercayaan-kepercayaan terhadap nilai-nilai yang berasal secara langsung dari hal tersebut; (3) M. Hill: The Sociology of Religion berpendapat bahwa agama adalah satu set kepercayaan untuk mengatur perbedaan antara realitas empiris dan supra empiris. Bahasa simbol yang digunakan dalam hubungannya dalam pembedaan ini serta kegiatan-kegiatan dan lembaga-lembaga yang berhubungan dengan pengaturan ini.
Fungsi agama secara umum terbagi dua. Pertama, fungsi manifest yaitu fungsi yang disadari dan jelas nampak yang dijalankan dalam ritus keagamaan; kedua, fungsi laten yaitu fungsi tidak disadari dan diketahui-bukan tujuan utama-dalam ritus keagamaan.
Thomas O’dea berpendapat bahwa ada enam fungsi agama. Pertama, agama memberikan dukungan dan hiburan maka ia membantu nilai-nilai dan tujuan; kedua, melalui penyembahan dan upacara-upacara keagamaan agama memberikan keamanan dan identitas emosional dan rujukan yang tetap di tengah-tengah konflik ide dan opini. Ini adalah fungsi kependetaan dan agama yang mengajarkan doktrin-doktrin dan tata cara melakukan upacara keagamaan dan stabilitas; ketiga, mensakralkan norma-norma dan mempromosikan tujuan-tujuan kelompok daripada individu dengan melegitimasi tatanan sosial; keempat, agama juga memberikan standar yang juga merupakan basisi untuk melakukan kritik terhadap pola-pola sosial (fungsi profetik); kelima, agama membantu individu memahami dirinya dan menyediakan identitas; dan keenam, agama penting di dalam proses pematangan dan kedewasaan yaitu membantu individu dalam krisis kehidupan dan transisi dari status ke status lainnya, oleh karena itu agama menjadi pendidikan.
Selain itu ia juga berpendapat bahwa agama memiliki enam disfungsi. Pertama, agama menghalangi orang untuk protes dengan memberikan hiburan/rekonsiliasi; kedua, fungsi yang mensakralkan nilai-nilai dapat menghalangi kemajuan pengetahuan; ketiga, agama dapat mencegah adaptasi; keempat, fungsi profetiknya dapat membawa utopisme dan harapan-harapan yang tak realistis maka menghalangi munculnya tindakan-tindakan praktis dan realistis; kelima, agama mengikat individu ke dalam kelompok sedemikian rupa sehingga menimbulkan konflik dengan yang lain dan menghalangi adaptasi; dan keenam, agama juga dapat menciptakan ketergantungan kepada lembaga-lembaga dan kepemimpinan agama maka menghalangi kedewasaan.

Sekte
Kenapa orang bergabung dengan sekte? Menurut Glock, bentuk-bentuk devrivasi adalah:
Devrivasi ekonomi: orang merasa tidak termasuk dalam gabungan.
Devrivasi sosial: orang yang merasa tidak memiliki superioritas dan kekuatan.
Devrivasi organik: orang yang memiliki cacat mental
Devrivasi etnik: orang yang merasa bahwa nilai-nilai yang ada tak memiliki kekuatan.
Devrivasi psikis: yang berasal dari konsekuensi sosial yang akut.

Kultus/Cult
Menurut Stark dan Baimbridge, kultus bukan merupakan pecahan dari agama formal tetapi sebuah bentuk inovasi budaya yang baru dan bisa memberikan budaya-budaya impor seperti gerakan New Age.
Ada tiga tipe kultus. Pertama, Audience Cult yaitu kelompok yang paling longgar organisasinya dan paling sedikit anggotanya dan tidak ada keterikatan dengan pemimpin; kedua, Client Cult yaitu kelompok yang lebih terorganisir daripada yang pertama dan menawarkan layanan tentang kehidupan seperti spiritualitas. Sekarang ini mereka berspesialisasi dalam area-area yang ada di organisasi; dan ketiga, Cults Movements yaitu gerakan yang melibatkan para pengikutnya dalam kegiatan mereka dan melarang mereka menganut kepercayaan lain.
Hal-hal yang membedakan ketiga tipe ini adalah: pertama, reward yaitu hal-hal yang diinginkan oleh manusia dan bersedia mengeluarkan ongkos untuk memperolehnya; dan kedua, kompensator yaitu tentang penjelasan reward tersebut tak diperoleh maka dapat menawarkan reward di masa yang akan datang. Audience Cult menawarkan kompensatornya yang sangat lemah tak lebih dari kegembiraan yang kecil, Client Cult menwarkan kompensator yang lebih berharga, dan Cult Movement menawarkan kompensator umum yang menjelaskan tentang kematian.


http://darul-ulum.blogspot.com/2006/11/sosiologi-agama.html

No comments:

Post a Comment